Reporter: Saiful Annas dan Teguh Budi Utomo.
Jika anda sedang berada di kawasan wisata Colo Gunung Muria, Sempatkanlah untuk mencicipi nikmatnya pecel pakis. Sekilas, pecel ini tak jauh beda dengan pecel yang lain. Terdiri dari sayuran yang disiram dengan bumbu kacang, ditambah irisan mentimun.
Namun, jika anda perhatikan betul, sayur yang digunakan bukanlah bayam, kacang panjang atau sayuran yang jamak dijumpai pada makanan kaya serat ini. sayuran yang digunakan adalah daun pakis dan tauge (kecambah).
Memasak daun pakis sehingga menjadi santapan yang enak dimakan bukanalah perkara yang mudah. Menurut Sulyati, pemilik warung Mbok Yanah, seringkali banyak orang yang heran, bagaimana cara menghilangkan rasa gatal pada daun tersebut, belum lagi, daun akan berubah warna menjadi kehitaman jika terlalu lama disimpan.
Daun pakis yang dipakai dalam masakan ini merupakan jenis pakis sayur (Diplazium Esculentum Swartz). Sementara orang juga banyak yang menyebut dengan paku sayur atau juga paku tanjung.
Bentuknya mirip tanaman paku-pakuan, dengan daun sejajar kiri dan kanan, berbentuk memanjang. Tanaman ini mudah tumbuh, baik di media pot atau bahkan di tanah biasa. Tinggi tanaman ini tak lebih dari 50 sentimeter dan biasanya tumbuh berkelompok, khas tanaman paku-pakuan.
Keterampilan memasak daun pakis diperoleh Sulyati dari ibunya, Yanah, nama tersebut kemudian dipakai menjadi nama warung miliknya hingga sekarang. Ia merupakan generasi ketiga yang mengelola warung tersebut. “Ketrampilan memasak pakis diturunkan oleh mbah (nenek,red) saya,” terangnya.
Kegiatan memasak daun pakis dimulai dengan proses merebus daun tersebut. Ia menuturkan, memasak daun pakis tidak boleh terlalu matang. setelah itu, daun ditiriskan. Disinilah rahasianya, daun pakis yang telah ditiriskan tadi kemudian disiram dengan air matang dengan suhu normal.
Setelah berkali-kali disairam dengan air (hingga suhu daun pakis turun), kemudian barulah daun tersebut siap untuk dihidangkan. Soal bumbu kacang yang digunakan, Sulyati mengatakan tak ada perbedaan dengan bumbu pecel yang lain. “Biasa saja, bahan bumbu terdiri dari lombok, bawang merah dan putih, ditambah dengan jeruk wangi,” jelasnya.
Warisan Kuliner dari Keraton Solo
Cerita pecel pakis hingga menjadi salah satu panganan khas Colo, berawal dari seorang Aminah, yang kala itu menjadi abdi dalem Keraton Solo. Aminah yang merupakan nenek Sulyati, menjadi juru masak untuk keluarga keraton. Tak jelas kapan dia menjadi abdi dalem, Sulyati hanya menyebutkan kira-kira pada tahun 50-an.
Di Keraton Surakarta tersebut, Aminah memiliki spesialisasi untuk membuat pecel. Tak sembarang pecel, sayuran yang dipakaipun tak lazim, yaitu daun pakis. Keluarga keraton saat itu sangat menggemari masakan Aminah.
Tak puas menjadi chef keluarga keraton, ia pun memilih pulang kampong ke Kota Kretek Kudus. Di rumah, ia menularkan ilmunya kepada Yanah, anak Aminah.
Setelah menikah dan menetap di Colo, Yanah kemudian membuka warung makan dengan menu spesial pecel pakis. Perkembangan warungnya biasa-biasa saja pada awalnya.
Kemudian setelah Colo dibuka menjadi kawasan wisata pada tahun 70-an, warungnya mulai dikenal orang. Terlebih, banyak pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus, sering mengadakan kegiatan di Pesanggrahan Colo (Sekarang Graha Muria,red). Mereka kemudian meminta Yanah untuk menyediakan makanan bagi tamu-tamu tersebut.
Tak berpikir panjang, Yanah kemudian membuat menu masakan dari warisan ibunya tersebut sebagai menu utama. Tak dinyana, para tamu menyukai hidangan tersebut. Pecel Pakisnya pun lambat laun mulai dikenal.
Tak jarang pengunjung yang penah mencicipi makanan tersebut, kemudian menjadi ketagihan dan kemudian memesannya tatkala sedang mempunyai acara di kawasan wisata di lereng timur Gunung Muria tersebut. Seiring perkembangan waktu, Yanah kemudian meminta anaknya, Sulyati, untuk meneruskan usahanya tersebut.
Tak hanya menerima pesanan, pada tahun 1974, Sulyati kemudian membuka warung yang lebih besar dari sebelumnya. Hingga sekarang, warung tersebut beralamat di Jalan Pesanggrahan 193 Colo, berada sekitar 50 meter di seberang bawah Graha Muria Colo.
Menu yang disediakan sekarang pun tak hanya sebatas pecel pakis saja. Sebagai pelengkapnya, Sulyati menyediakan ayam goreng dan ayam bakar yang tentunya dengan racikan bumbu yang khas.
Soal harga pun sangat “bersahabat”, kita cukup membayar 3 ribu rupiah untuk satu porsi pecel pakis. Namun, jika ingin menikmati pecel dengan ayam bakar atau goreng dengan segelas teh manis hangat, kita cukup mengeluarkan uang 7 ribu rupiah saja.
Tak ada salahnya, setelah khusyuk berdo’a di Makam Sunan Muria, menikmati segarnya air terjun Montel dan puas berbelanja oleh-oleh, kita kemudian mampir dan menikmati lezatnya pecel pakis khas Colo, menu warisan dari keraton Solo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar